Search This Blog
TRIPITAKA Merupakan kitab suci Agama Buddha yang tersusun dengan rapi dimana setiap Tripitaka merupaka tiga keranjang mustika dari Ajaran Shang Buddha.keterangan lebih lanjut dapat hubungi Alamat E_mail :www.candasilo77@yahoo.co.id oleh :Tjung teck S.Ag
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
029-Mahasaropamasutta.
MAHASAROPAMASUTTA
(29)
Demikianlah yang saya dengar:
Suatu ketika Sang Bhagava berdiam di dekat Rajagaha di puncak Gunung Burung Hering tidak lama setelah Devadatta pergi. Di
"Di sinilah, o para bhikkhu (2), beberapa pemuda telah meninggalkan rumah dan keluarganya berdasarkan keyakinan dan pemikiran: "Saya dicengkeram oleh kelahiran, usia tua, dan kematian; oleh duka cita, kesedihan, penderitaan, ratapan, dan putus asa. Saya dicengkeram oleh derita hebat, dilimpahi derita hebat. Mungkin penghancuran seluruh derita hebat ini dapat ditunjukkan." Karena itu ia pergi, mendapat keuntungan, kemuliaan, dan kemasyuran. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyuran, ia menjadi terpuaskan, tujuannya tercapai. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyuran ini pula, ia mengagungkan dirinya sendiri dan meremehkan orang lain, dengan berkata: "Akulah si penerima dan menjadi terkenal, tetapi para bhikkhu lain hanya tahu sedikit dan dihargai sedikit." Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyurannya ini, ia menjadi gembira, malas, danterjatuh dalam kelembaman; menjadi malas, lalu jatuh sakit. Para bhikkhu, hal ini dapat diibaratkan seperti seseorang yang berjalan mengejar untuk menemukan dan mencari intisari dari pohon yang besar, kokoh dan berbiji banyak, melewati intisari itu sendiri, melewati kayu lunak, melewati kulit kayu, melewati tunas muda, dan setelah memotong cabang dan dedaunan, mungkin akan membawa semuanya karena menganggap bahwa semua itu adalah intisari. Seseorang yang dapat 'melihat', setelah melihat dia, mungkin berkata: "Sesungguhnya orang baik ini tidak tahu tentang intisari, dia tidak tahu tentang karu lunak, dia tidak tahu tentang kulit kayu, dia tidak tahu tentang tunas muda, dia tidak tahu tentang cabang dan dedaunan. Pengetahuan orang baik ini tidaklah sebanyak perjalannya dalam mengejar untuk menemukan dan mencari intisari dari pohon yang besar, kokoh, dan berbiji banyak; melewati intisari itu sendiri melewati kayu lunak, melewati kulit kayu, melewati kulit kayu, melewati tunas muda, dan setelah menebang cabang dan dedaunan, membawa semuanya karena menganggap bahwa semua itu adalah intisari. Maka dia tidak akan mendapatkan kebajikan yang seharusnya dapat diperoleh." Walaupun demikian, o para bhikkhu, beberapa pemuda, setelah meninggalkan rumah bermodalkan keyakinan, berpikir: "Saya dicengkeram oleh kelahiran, usia tua, dan kematian; oleh duka cita, kesedihan, penderitaan, ratapan, dan putus asa. Saya dicengkeram oleh derita hebat, dilimpahi derita hebat. Mungkin penghancuran seluruh derita hebat ini dapat ditunjukkan." Karena itu ia pergi, mendapat keuntungan, kemuliaan, dan kemasyuran, ia terpuaskan, tujuannya tercapai. Karena ketuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran itu pula, ia mengagungkan dirinya sendiri, dan meremehkan orang lain dengan berpikir: "Akulah si penerima, tetapi para bhikkhu lain hanya tahu sedikit, sehingga hanya dihargai sedikit." Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyurannya, ia menjadi gembira, malas dan terjatuh dalam kelambanan; menjadi malas, lalu sakit.
Tetapi, o para bhikkhu, beberapa pemuda meninggalkan rumah bermodalkan keyakinan, dan berpikir: "Saya dicengkeram oleh kelahiran, usia tua, dan kematian: oleh duka cita, kesedihan, penderitaan, ratapan, dan putus asa. Saya dicengkeram oleh derita hebat, dilimpahi derita hebat. Mungkin penghancuran seluruh derita hebat ini dapat ditunjukkan." Karena itu ia pergi, mendapat keuntungan, kemulian, dan kemasyhuran. Tetapi dengan keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran ini, ia tidak terpuaskan, tujuannya belum tercapai karena keuntungan, kemuliaan, dan kemashyhuran ini, ia tidak mengagungkan dirinya sendiri, ia tidak meremehkan orang lain. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran ini, ia tidak mengagungkan dirinya sendiri, ia tidak meremehkan orang lain. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran, ia tidak menjadi gembira, tidak malas, dantidak terjatuh dalam kelambaman. Bahkan denganrajin dan penuh semangat, ia mencapai keberhasilan dalam sila. Karena keberhasilannya dalam sila ini, ia terpuaskan, tujuannya tercapai. Karena keberhasilan dalam sila ini, ia mengagungkan dirinya sendiri, lalu meremehkan orang lain dengan berpikir: "Akulah pemilik sila yang baik, berkareakter baik, tetapi para bhikkhu lain memiliki sila yang buruk, bekarakter jelek." Karena keberhasilannya dalam sila, ia menjadi gembria, malas, dan terjatuh dalam kelambaman. Karena malas, ia menjadi sakit.
Tetapi, para bhikkhu, beberapa pemuda yang meninggalkan rumah bermodalkan keyakinan, berpikir: "Saya dicengkeram oleh kelahiran, usia tua, dan kematian; oleh duka cita, kesedihan, penderitaan, ratapan, dan putus asa. Saya dicengkeramkeram oleh derita hebat, dilimpahi derita hebat. Mungkin penghancuran seluruh derita hebat ini dapat ditunjukkan." Karena itu ia pergi dan mendapat keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran. Tetapi dengan keuntungan, kemuliaan, kemashyuran ini, ia tidak menjadi puas, tujuannya belum tercapai. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran ini, dia tidak mengagungkan dirinya sendiri, tidak meremehkan orang lain. Karena keuntungan, kemuliaan, dankemasyhuran ini, ia tidak menjadi gembira, tidak malas, dan tidak terjatuh dalam kelambanan, bahkan ia menjadi semakin rajin hingga mencapai konsentrasi. Karena keberhasilannya dalam konsentrasi, ia mengagungkan dirinya sendiri dan meremehkan orang lain dengan berkata: "Akulah orang yang terkonsentrasi, sedangkan pikiran mereka mengembara." Karena keberhasilannya dalam konsentrasi, ia menajdi gembria, malas, dan terjatuh dalam kelambanan. Karena malas, ia jatuh sakit. Para bhikkhu, sama halnya dengan seseorang yang berjalan mengejar untuk menemukan dan mencari intisari dari pohon yang besar, kokoh, dan berbiji banyak, yang meleati intisari itu sendiri, melewati kahu lunak, dan setelah memotong kulit kayu, lalu membawa semuanya karena menganggap bahwa itu adalah intisari. Seseoran gyang dapata 'melihat', setelah melihat dia, meungkin berakta: "Sesungguhnya orang baik ini tidak tahu tentang intisari ... kayu lunak ... kulit kayu ... tunas-tunas muda. Pengetahuannya tentang cabang dan dedaunan tidaklah sebanayk perjalannannya dalam mengejar untuk menemukan dan mencari intisari itu sendiri, melewati semuanya itu adalah intisari, maka ia tidak memperoleh kebajikan bhikkhu, beberapa pemuda, setelah meninggalkan rumah, berpikir ... karena keberhasilannya dalam konsentrasi, ia menjadi gembira, malas, dan terjatuh dalam kelambaman. Karena gembira, ia jatuh sakit.
Tetapi para bhikkhu, beberapa pemuda yang meninggalkan rumah bermodalkan keyakinan, berpikir: "Saya dicengkeram oleh kelahiran, usia tua, dan kematian; oleh duka cita, kesedihan, penderitaan, ratapan, dan putus asa. Saya dicengkeram oleh derita hebat, dilimpahi derita hebat. Mungkin penghancuran seluruh derita ini dapat ditunjukkan." Karena itu ia pergi dan mendapat keuntungan, kemuliaan, dan kemashyuran. Tetapi dengan keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran, ia tidak terpuaskan, tujuannya belum tercapai. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran, ia tidak mengagungkan dirinya sediri dan tidak meremehkan orang lain. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran, ia tidak menjadi gembira, tidak malas, dan tidak terjatuh dalam kelambanan. Bahkan ia menjadi rajin sehingga mencapai sukses dalam sila. Karena keberhasilannya dalam sila, ia menjadi puas, tapi tujuannya belum tercapai. Karena keberhasilannya dalam sila, ia tidak mengagungkan dirinya sendiri, tidak gembira, tidak malas, dan tidak terjatuh dalam kelambanan. Karena rajin, akhirnya ia mencapai sukses dalam konsentrasi tidak membuatnya mengaungkan dirinya sendiri, lalu meremehkan orang lain. Karena keberhasilannya dalam konsentrasi, ia tidak menjadi gembira, malas, dan terjatuh dalam kelambanan. Bahkan ia menjadi rajin sehingga mencapai pengetahuan dan pandangan terang. Karena pengetahuan dan pandangan terangnya ini, ia menjadi puas, tujuannya tercapai, Karena penetahuan dan pandangan terangnya ini, ia menjadi puas, tujuannya tercapai. Karena pengetahuan dan terangnya ini, ia mengagungkan dirinya sendiri dan meremehkan orang lain, lalu berkata: "Akulah yang mengetahui dan melihat, tetapi para bhikkhu lain tidak mengetahui, tidak melihat." Karena pengetahuan dan pandangan terangnya ini, ia menjadi gembira, malas, lalu terjatuh dalam kelambaman. Karena malas, ia menjadi sakit.
Tetapi, para bhikkhu, beberapa pemuda yang meninggalkan rumah bermodalkan keyakinan, akan berpikir: "Saya dicengkeram oleh kelahiran keyakinan, akan berpikir: "Saya dicengkeram oleh kelahiran, usia tua, dan kematian; oleh duka cita, kesedihan, penderitaan, ratapan, dan putus asa. Saya dicengkeram oleh derita hebat dilimpahi derita hebat. Mungkin penghancuran seluruh derita hebat ini dapat ditunjukkan." Karena itu ia pergi, lalu mendapatkan keuntungan, kemuliaan, dan kemasyuhran ini, ia tidak terpuaskan, tujuannya belum tercapai. Karena keuntungan, kemuliaan, dan kemasyhuran ini, ia tidak mengagungkan dirinya sendiri, tidak meremehkan
Karena itu, o para bhikkhu, pohon Brahma (10) bukanlah dimanfaatkan untuk mengejar keuntungan, kemuliaan dan kemasyuran, bukan dimanfaatkan untuk mengejar sila, konsentrasi, dan pengetahuan serta penglihatan. Itulah, o para bhikkhu, kebebasan pikiran yang tidak tergoncangkan (11). Inilah, o para bhikkhu, tujuan (11) dari pohon Brahma, inilah intisari (11), inilah puncaknya (11)."
Demikianlah khotbah Sang Bhagava! Sangat gembira, para bhikkhu bergembira atas semua uraian Sang Bhagava ini.