Skip to main content

Featured

034-Culagopalaka Sutta.

CULAGOPALAKA SUTTA Pendahuluan Seperti sutta 33, Sutta ini juga memperkenalkan kiasan mengenai penggem­bala cakap/mampu/tangkap dan tidak cakap tetapi mereka ini dipakai pada per­soalan subyek yang berbeda. Seorang penggembala (sapi) yang tidak cakap di­bandingkan dengan guru-guru agama yang tidak trampil di dalam dunia ini (karena mereka tidak tahu mengajar orang-orang hidup dengan penuh kedamaian, begitu juga guru lainnya karena mereka memilik kebahagiaan sendiri); dunia yang akan datang ( tidak mengetahui tindakan apa yang dianjurkan untuk mencapai kelah­iran kembali yang baik, atau memegang pandangan penghancur lainnya yang menya­takan tidak ada kehidupan berikutnya); yang menjadi milik Mara (seluruh dunia diliputi oleh keinginan dan hawa nafsu, sekalipun surga rasa keinginan atau buah atas dari keinginan itu menjadi milik Mara); apa saja yang bukan milik Mara (adalah dunia yang berupa atau tanpa rupa yang berada diluar jangkauan Mara; dasar mereka bukan keing

XII.KUMPULAN YANG KURANG DIKENAL (Culasamgama)

XII. KUMPULAN YANG KURANG DIKENAL[1]
(CūỊasaṁgāma)

[163] Ketika seorang bhikkhu yang terlibat konflik[2] menemui Sangha, dia seharusnya menemui Sangha dengan pikiran rendah hati,[3] dengan pikiran seolah-olah membersihkan debu.[4] Dia seharusnya terlatih mengenai tempat duduk dan cara duduk. Dia seharusnya duduk pada tempat duduk yang pas tanpa melanggar batas tempat yang diperuntukkan untuk para bhikkhu Sesepuh dan tanpa mencegah para bhikkhu yang baru ditahbiskan untuk duduk.[5] Dia tidak seharusnya membicarakan masalah dengan kebiasaan tak menentu,[6] maupun membicarakan mengenai masalah-masalah duniawi yang tidak baik.[7] Dia seharusnya membicarakan Dhamma sendiri atau mengajak orang lain untuk melakukannya, atau dia seharusnya menghargai keheningan suci. Seorang pembimbing tidak seharusnya ditanya tentang[8] oleh Sangha, oleh individu yang diakui, oleh seorang hakim, oleh seseorang yang ingin sekali bertindak sebagai hakim untuk memutuskan; seorang guru tidak seharusnya ditanya tentang, seseorang yang kongsi sebuah kamar… seorang murid… seorang rekan pembimbing[9]… rekan guru9 tidak seharusnya ditanya tentang; kelahiran tidak seharusnya ditanya, nama… suku… tradisi yang berkaitan dengan kitab suci[10]… kedudukan keluarga[11]… daerah asal[12] tidak seharusnya ditanya. Apa yang menjadi alasan untuk itu? Seandainya ada rasa hormat atau rasa benci akan hal itu. Jika ada rasa hormat atau rasa benci, dia mungkin mengikuti perbuatan yang salah dengan keberpihakan… kebencian… kebodohan, dia mungkin mengikuti perbuatan salah dengan rasa takut. Seharusnya ada rasa hormat kepada Sangha, kepada individu yang diakui, kepada seorang hakim, kepada seseorang yang ingin sekali bertindak sebagai hakim untuk memutuskan, bukan hormat kepada seorang individu. Seharusnya seseorang hormat kepada Dhamma Sejati, bukan hormat kepada hal-hal duniawi. Seharusnya ada pengejaran tujuan, bukan penyesuaian kepada majelis. Seseorang harus memutuskan pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang salah; seseorang harus memutuskan apa yang merupakan fakta, bukan fiksi; seseorang harus memutuskan dengan ketelitian, bukan kecerobohan; seseorang harus memutuskan mengenai apa yang berhubungan dengan tujuan, bukan mengenai apa yang tidak berhubungan dengan tujuan; seseorang harus memutuskan dengan pikiran cinta kasih, bukan dengan kebencian hati.
Seharusnya tidak ada bisikan di telinganya, dia seharusnya tidak mencari apa yang salah, dia seharusnya tidak menutupi matanya,[13], dia seharusnya tidak menumbuhkan alis matanya,13 dia seharusnya tidak menegakkan kepalanya, dia seharusnya tidak membuat gerakan dengan tangannya,[14] dia seharusnya tidak memberikan gerak isyarat dengan tangan. Dia seharusnya terlatih tentang tempat duduk, dia seharusnya terlatih tentang cara duduk; memandang lama usaha ke depan, mengejar tujuan, dia seharusnya duduk pada tempat duduknya sendiri dan tidak boleh bangkit dari tempat duduk, dia seharusnya tidak mengabaikan pendapat,[15] dia seharusnya tidak mengikuti jalan yang salah; dia seharusnya tidak memberi wejangan sambil melambaikan tangan, dia seharusnya tidak tergesa-gesa, dia seharusnya baik budi, dia seharusnya tidak mudah marah,[16] [164] dengan pikiran cinta kasih dia seharusnya baik dalam pembicaraan; pemaaf serta berbelaskasihan, dia seharusnya turut bersimpati terhadap kesejahteraan; mencoba untuk mendapatkan kesejahteraan, dia seharusnya tidak sembrono dalam pembicaraan; membatasi pembicaraannya, dia merupakan seseorang yang dapat mengendalikan sikap permusuhan, dan tanpa sikap cepat marah.
Diri harus dinilai,[17] orang lain[18] harus dinilai, orang yang tidak setuju akan sesuatu perbuatan harus dinilai,[19] orang yang perbuatannya tidak disetujui harus dinilai,[20] seseorang yang tidak setuju bukan menurut peraturan… seseorang yang tidak disetujui perbuatannya bukan menurut aturan… seseorang yang tidak setuju menurut aturan… seseorang yang tidak disetujui perbuatannya menurut aturan harus dinilai. Tanpa mengabaikan apa yang telah dikatakan,[21] tidak mengemukakan apa yang belum dikatakan, setelah mempelajari kata-katanya dan kalimat yang diberikan dengan seksama, menanyakan kembali kepada yang lain, dia seharusnya menghadapinya dengan lapang dada.[22] Seorang pemalas harus dibangkitkan semangatnya untuk bekerja,[23] seseorang yang penakut harus diberikan kepercayaan diri, seseorang yang kasar harus dikendalikan,[24] seseorang yang melakukan kesalahan harus diluruskan,[25] seseorang yang jujur harus diperlakukan dengan kelemahlembutan. Dia tidak seharusnya mengikuti perbuatan salah dengan keberpihakan… rasa benci… kebodohan… rasa takut. Dia seharusnya bersikap seimbang[26] mengenai peraturan dan para individu. Maka itu seorang hakim ketika dia memutuskan dengan cara ini merupakan seorang yang lebih banyak bertindak daripada berbicara Dispensasi Guru, dan merupakan seorang yang baik bagi manusia berpengetahuan luas dan bagi teman sesama pengikut Brahma dan dia juga kemudian disukai, dikagumi dan dihormati mereka. [1]
Sebuah klausa demi kepentingan referensi,[27] kiasan demi kepentingan ilustrasi,[28] arti demi kepentingan instruksi, pertanyaan kembali demi kepentingan pengesampingan,[29] memberikan cuti demi kepentingan menyatakan tidak setuju pada perbuatan orang lain, menyatakan tidak setuju pada perbuatan orang lain demi kepentingan mengingatkan, mengingatkan demi kepentingan kekuasaan,[30] kekuasaan demi kepentingan halangan batin,[31] halangan batin demi kepentingan penyelidikan, penyelidikan demi kepentingan sebuah keputusan,[32] keputusan demi kepentingan pengarahan ke kemungkinan dan apa yang bukan merupakan kemungkinan,[33] pengarahan kepada kemungkinan dan apa yang bukan merupakan kemungkinan demi kepentingan pengekangan pikiran jahat para individu[34] dan demi kepentingan dukungan para bhikkhu yang berkelakuan baik; Sangha untuk kepentingan perjanjian dan penerimaan[35]; para individu yang diakui Sangha sedang menekuni diri mereka sendiri, sedang gigih untuk memperoleh kepercayaan[36]; peraturan disiplin demi kepentingan pengekangan,[37] pengekangan demi kepentingan tidak menjadi penyesalan yang mendalam, tidak menjadi penyesalan yang mendalam demi kepentingan kegembiraan, kegembiraan demi kepentingan kesenangan, kesenangan demi kepentingan ketentraman, ketentraman demi kepentingan kebahagiaan, kebahagiaan demi kepentingan konsentrasi, konsentrasi demi kepentingan pengetahuan dan visi apa yang sebenarnya terjadi, pengetahuan dan visi apa yang sebenarnya terjadi demi kepentingan pergi, pergi demi kepentingan tidak memihak, tidak memihak demi kepentingan kebebasan, kebebasan demi kepentingan pengetahuan dan visi kebebasan,37 pengetahuan dan visi kebebasan demi kepentingan nibbāna terakhir tanpa kemelekatan. Menurut artinya merupakan wejangan.[38] Menurut arti ini merupakan nasihat. Menurut arti ini merupakan hubungan sebab akibat. Menurut arti ini merupakan mendengarkan,[39] maknanya untuk mengatakan pembebasan pikiran tanpa kemelekatan. [2]
Waspada terhadap prosedur yang tepat yang ditujukan untuk apa yang telah dilakukan dengan keahlian ketajaman pikirannya,
Dari apa yang sebaiknya dikatakan sesuai dengan peraturan-peraturan pelatihan, tidak menghancurkan ikatan keadaan yang akan datang.[40]/
[165] Tidak mengetahui mengenai subjek,[41] kegagalan, pelanggaran,[42] sumber,[43] jenis,[44]
Dia tidak mengetahui wejangan yang lebih dulu dipelajari dan yang kemudian dipelajari demikian juga apa yang dilakukan dan tidak dilakukan,/
Dan dia juga tidak mengetahui mengenai tindakan resmi dan kasus peradilan dan prosedur-prosedurnya,
Bersemangat, buruk dan tersesat, dia meneruskan dengan ketakutan, kebodohan,[45]/
Dan dia tidak ahli mengenai peraturan-peraturan dan tidak berkemampuan menentramkan,[46]
Seseorang yang telah memperoleh kelompok, tak berhati nurani, perbuatan jahat, tidak hormat:
Bhikkhu seperti ini merupakan seseorang yang seharusnya tidak ditunjukkan rasa hormat.[47]/
5 Memiliki pengetahuan yang luas, mengenai subjek, kegagalan, pelanggaran, sumber, jenis,
Dia memahami wejangan yang lebih dulu dipelajari dan yang kemudian dipelajari demikian juga apa yang dilakukan dan tidak dilakukan,/
Dan dia memiliki pengetahuan luas mengenai tindakan resmi dan kasus peradilan dan prosedur-prosedur,
Tidak bersemangat, tidak buruk, tidak tersesat, dia meneruskan tidak dengan ketakutan, kebodohan,/
Dan dia ahli mengenai peraturan-peraturan dan berpengetahuan luas mengenai cara menentramkan,
Seseorang yang telah memperoleh kelompok, berhati nurani, perbuatan baik, hormat:
Bhikkhu seperti ini merupakan seseorang yang seharusnya ditunjukkan rasa hormat. [3]
Disimpulkan merupakan Kumpulan yang Kurang Dikenal
Ringkasannya:
Dengan pikiran rendah hati, dia boleh menanyakan, hormat, demi Sangha, tidak untuk individu,
Klausa demi kepentingan referensi dan untuk melanjutkan Peraturan Disiplin:
Ringkasan Kumpulan Kurang Dikenal dirangkum dalam satu babak tuturan ini.

[1] Saṁgāma merupakan sebuah pertempuran, konflik, sebagaimana juga sebuah kumpulan.
[2] Saṁgāmāvacara. VA. 1363 berbunyi Sangha telah dipanggil bersidang untuk menyelidiki kasus peradilan—itu disebut saṁgāma; dan saṁgāmāvacara konon seperti Sesepuh Yasa yang memprotes para bhikkhu Vajjian dan Sepuluh Poin mereka: lihat CV. XII.
[3] Dengan mengurangi sikap arogan.
[4] Seperti handuk untuk membersihkan kaki, VA. 1363.
[5] Lihat CV. VIII, 4, 2.
[6] Seperti tidak berhubungan dengan tujuan.
[7] Terperinci pada misalnya Vin. iv, 164.
[8] Berkata, ”Siapa nama pembimbingmu?”—juga VA.1364.
[9] MV. VIII, 26, 4.
[10] Āgama, dijelaskan pada VA.1364 seperti “Apakah kamu seorang pengulang Digha, seorang pengulang Majjhima?”
[11] Kulapadesa tidak kelihatan muncul di tempat lain dalam Pali Canon. VA. 1364 secara sederhana menjelaskan “mulai dengan khattiya-kula”.
[12] Jātibhūmi, atau tempat di mana seseorang dilahirkan, seperti pada M.i, 145, A.iii, 366.
[13] Seperti pada Vin. iii, 78.
[14] Lihat Vin. I, 352.
[15] Lihat diatas teks hal. 161.
[16] Acaṇḍikata; bdgk. Pengakuan Kesalahan Para Bhikkhuni 53.
[17] Attā pariggahetabbo. VA.1364 berbunyi: Apakah Saya mampu menilai (menentukan atau memutuskan), menyelesaikan kasus peradilan atau tidak? Kemampuan diri sendiri harus diketahui.
[18] VA.1364: apakah kelompok ini mampu menentramkan (meyakinkan) atau tidak?
[19] Apakah dia seorang yang tidak setuju menurut aturan (dhammacodaka)?
[20] Apakah dia telah diberitahu mengenai ketidaksetujuan menurut peraturan?
[21] Oleh orang yang tidak setuju maupun orang yang perbuatannya tidak disetujui, VA. 1365.
[22] Lihat Vin. ii, 83f.
[23] Hāsetabbo, distimulasi, didorong.
[24] Nisedhetabbo, diremehkan, diancam.
[25] Vibhāvetabbo. VA. 1365 berbunyi “setelah menunjukkan bahwa dia berbuat ceroboh, dia harus dibuat mengakui pelanggaran”. Dengan melakukan ini dia akan menjadi “murni” kembali.
[26] Majjhattena bhavitabbaṁ, dia seharusnya netral, tidak membedakan, tidak memihak.
[27] Saṁsandanā, aplikasi, kesimpulan—berkenaan dengan apa yang merupakan pelanggaran dan bukan pelanggaran.
[28] Yakni dari artinya.
[29] Yakni pertanyaan yang mengesampingkan individu (kiranya seseorang yang menanyakan pertanyaan yang asli)—pertanyaan seperti ini tidak perlu dijawab. Bdgk. 4 pertanyaan pada MQ. I, 202 f., di mana referensi yang lain diberikan.
[30] Savacaniya, lihat Vin. ii, 5, 22, 276.
[31] Palibodha, lihat misalnya MV. VII, 13.
[32] Mengenai apakah terdapat cacat atau tidak.
[33] Thānāṭhānagamana. VA. 1365 f. menjelaskan bahwa ini untuk menemukan apakah ada pelanggaran ada atau tidak, dan apakah merupakan pelanggaran ringan atau berat.
[34] Lihat Vin. ii, 196, iii, 21.
[35] VA. 1366: “Perjanjian penyelidikan dan mengetahui keadaan apa yang telah menjadi baik dan buruk terbagi menjadi—empat.” Bdgk. Vin. I, 65, iv, 51. Saya tidak yakin apakah catu, “empat”, berkenaan dengan suttaso (klausa per klausa, atau peraturan per peraturan), anubyañjanaso (per kalimat) Vin. I, 65, dan berkenaan dengan mātikāto (per ringkasan) dan vibhaṅgato (per Suttavibhaṅga).
[36] VA. 1366 “untuk penguasaan dan kekuatan diri mereka sendiri dan mereka ditempatkan di tempat terpercaya, di tempat tertua. Artinya adalah bahwa ini semua supaya tidak dibenci atau disuruh pergi”; apasādetabbā).
[37] …” bdgk. S. ii, 32, A. v, 2, dll
[38] VA. 1366: wejangan ini mengenai Vinaya.
[39] Ketika seseorang telah mendengarkan wejangan berturut-turut, pengetahuan timbul, VA. 1366.
[40] Ayat pada teks hal. 158.
[41] Dari pelanggaran yang dimulai dari Takluk Para bhikkhu
[42] Tujuh rangkap golongan pelanggaran.
[43] Kota tempat peraturan pelatihan ditetapkan.
[44] Ākāra, ditegaskan pada teks hal. 166.
[45] Ini adalah dua dari empat perbuatan salah.
[46] Nijjhatti. VA. 1367 berbunyi ketidakmampuan (asammatthatā) untuk melihat sebab atau alasan, karana, dan ketiadaan sebab atau alasan; maka itu, tidak mampu mengerti alasan-alasan, dia tidak mampu mengetahui cara menentramkan. Bdgk. Nijjhan(t)tibala pada Pts. Ii, 168 dan nijjhāpeti pada teks hal. 166.
[47] Appatikkha pada A. v, 248.

Popular Posts